27 May 2005

Monolog Meja Proses

Lokasi: Loket Pos Kilat Khusus Kantor Pos Besar Pasar Baru Jakarta
Waktu: Sekitar pukul 08.25 WIB hari ini
Pelaku: Meja Proses

Ah indahnya pagi ini. Aku selalu senang memulai tugas muliaku sebagai meja proses di loket pos kilat khusus di pagi hari. Seperti kebiasaanku setiap hari, aku mengamati suasana disekitarku. Masih sepi, belum banyak orang yang membutuhkan aku - sebagai alas keyboard, monitor CRT dan timbangan - baru tiga orang. Duh, mereka kelihatan terpelajar, langsung membentuk antrian tanpa harus diminta semata karena kesadaran mereka.

Hei... sepertinya datang dua orang lagi yang akan menggunakan jasaku. Horeee... pasti mereka akan langsung antri dibelakang ketiga orang didepanku ini. Tetapi yang terjadi selanjutnya membuatku terkejut. Hei.. hei.. kedua orang itu langsung menerobos antrian dan ikut menjadi yang terdepan di bagian sebelah kanan. Mereka bahkan langsung begitu saja meletakkan surat-surat mereka di loket padahal ketiga orang antri tadi saja masih memegang surat-surat mereka di tangan. Aku berusaha mengingatkan mereka sebisaku, tapi apa daya, mereka pasti tak mengerti bahasa mejaku.

Kemudian datang dua orang lagi dan ternyata mereka melakukan hal yang sama dengan menerobos antrian ikut menjadi yang terdepan, hanya saja kali ini di sebelah kiri. Antrian apa ini? mengapa menjadi huruf T? Mengapa surat-surat berserakan tak beraturan di loket?

Kakak petugas yang senantiasa bekerja bersamaku setiap hari sepertinya juga enggan menegur mereka. Apakah mungkin dia merasa bahwa menegur itu tidak ada gunanya? Aku kasihan dengan tiga orang pertama tadi. Mereka terabaikan karena kakak petugas langsung begitu saja mengambil secara acak apapun surat yang akan diposkan yang terserak tak beraturan di atas loket - tanpa memperhatikan urutan orang yang harus dilayani - dan langsung memprosesnya melalui komputer diatasku.

Sambil menahan rasa sedih, aku teringat salah satu nasihat ayahku, "Nak, jadilah meja yang bisa menghargai meja lain, jadilah meja yang peduli dengan yang lain". Kami sesama meja saja saling menghargai, jadi menurutku orang yang tidak peduli untuk antri pastilah orang yang tidak menghargai dan peduli dengan orang lain.

Aku hanya bisa menggerutu, "Dasar orang bodoh! Kepalanya pasti basi! Coba diganti dengan kepala yang baru!"

0 Komentar:

Post a Comment

<< Home