Free Software: antara Brazil dan Indonesia
Membaca artikel di TechnologyReview, saya kok tergelitik untuk membandingkan Brazil dengan Indonesia tercinta ini ya..."The cause is not hard to see: according to the United States, Brazil, for example, is a pirate nation. The International Intellectual Property Alliance (which, its name notwithstanding, represents U.S. copyright interests) estimates that this piracy cost United States copyright industries close to $1 billion last year. Consequently, the U.S. has begun to put pressure on Brazil. That pressure has produced an unsurprising reaction against the stuff that makes it possible for Brazil to be a pirate nation--proprietary code and proprietary culture."
Hmmm... Brazil ternyata negara pembajak toh... Keadaan ekonominya mungkin sama dengan negara kita ya?
Oh sama dong. Indonesia juga sudah dikenal sebagai negara pembajak software nomor 5 didunia. Dengan alasan mahalnya harga software proprietary dan kekurang-mampuan daya beli masyarakat , maka pembajakan software pun merajalela. Sementara disini juga hampir merupakan suatu keharusan untuk mempunyai kemampuan menguasai berbagai jenis software bila ingin melamar suatu pekerjaan padahal harga software yang harus dikuasai sangat mahal untuk ukuran kita.
"For there's another way to reckon the cost of the proprietary. According to the Brazilian government, for example, Brazil sends close to $1 billion to the north each year just to pay for software licenses. So as the Brazilians see it, tongue firmly in cheek, this proprietary stuff is a bad thing all around--costing the U.S. $1 billion, and Brazil $1 billion as well."
Wah suatu jumlah yang sangat banyak kan? bayangkan 1 triliun dolar per tahun hanya untuk biaya lisensi software saja. Bagaimana jika jumlah itu berkurang banyak? Tentu sisanya bisa digunakan untuk menambah pos anggaran pembangunan bangsa :P Itu Brazil loh... Indonesia? angka yang pasti tidak bisa saya dapatkan. Tapi berarti lagi-lagi masalahnya sama...
"The obvious solution is to dump the proprietary stuff. So the Brazilian government is pushing itself and the nation to substitute free software for proprietary software. As one member of the government said during a speech at the World Social Forum, "We're against software piracy. We believe Microsoft's rights should be respected. And the simplest way to respect their rights is for Brazilians everywhere to switch to free software.""
Brazil memang hebat. Pemerintahnya sendiri berusaha untuk mengatasi masalah ini. Iya dong. Masak mau dibilang negara pembajak terus-terusan? Malu dong ah :P Jadi pemerintahnya memutuskan bahwa solusinya adalah dengan mengganti software proprietary ke software gratis. Bravo untuk Brazil!
Indonesia? oh tentu saja pemerintah kita tidak mau kalah. Langsung dicanangkan program IGOS. Hebat kan? Suatu langkah yang patut mendapat pujian.
"The Brazilian government is beginning to internalize the tenets of the free-culture movement as well. Brazil's minister of culture, Gilberto Gil, is leading a push for practical reform of the copyright system. His ministry has launched a project called Points of Culture (Pontos de Cultura) that will establish free-software studios, built with free software, in a thousand towns and villages throughout Brazil, enabling people to create culture using tools that support free cultural transmission. If things go as planned, the result will be an archive of Brazilian music, which will be stored in digital form and governed by a license inspired by free software's GPL. The Canto Livre project will "free music" made in Brazil, for Brazilians (and the world) to remix and re-create. And like a free-software project, it achieves that freedom on the back of copyright."
Pemerintah Brazil benar-benar menerapkan langkah yang nyata dan sungguh-sungguh. Gebrakan juga langsung dilakukan untuk menerapkan kebijakan berubah ke software gratis.
Disini masih menunggu gebrakan pemerintah untuk merealisasikan IGOS sementara BSA terus mengadakan razia seperti yang terjadi sekarang di warnet-warnet.
"Gil is emphatically not against copyright. He's one of Brazil's most successful musical artists, which means he has benefited greatly from copyright. But he is also one of the very few Brazilian artists to make it outside of Brazil. And he is convinced that a different kind of economy might spread Brazilian creativity more broadly."
Hak Cipta itu memang sudah sepantasnya ada kok. Memang sudah seharusnya dihormati dan dihargai.
"So the U.S. calls them pirates, and they reform their ways--not by more faithfully buying our products, but by finding ways to remain creative without infringing our rights. This is free software "ported"--as software engineers say--to free culture, and it inspires all the hype typical of such movements. "We're hoping," the leader of the free-software lab explained, "everybody is going to start producing their own media content and then they won't have to watch TV anymore.""
Sekali lagi Pemerintah Brazil hebat. Mereka konsisten untuk berpindah ke free software dengan cara mereka sendiri dan menjadi bertambah kreatif dengan tetap menghargai Hak Cipta.
Pemerintah Indoenesia? Berusaha mengemis kepada Microsoft untuk memutihkan seluruh software-software bajakan yang terpasang di seluruh kantor pemerintahan dengan harga hanya 1 dollar per copy =)) Benar-benar memalukan! Hanya untuk menjadi bahan tertawaan. Siapa suruh pake software proprietary? Oke lah... untuk selanjutnya sudah ada pilihan: Apakah akan terus memakai software proprietary terus ataukah beralih ke free software? Mana IGOS? Mana IGOS?
"That's a rather grand ambition, no doubt. But before you dismiss it as mere youthful idealism, consider this: had you met Richard Stallman in 1984, would you have believed him? And remember, he didn't have the government of the fifth-largest nation in the world behind him."
Apakah keinginan ini hanya angan-angan yang mustahil diwujudkan? Ataukah ini impian yang berupa idealisme belaka? Tidak juga tuh karena ada buktinya. Richard Stallman adalah pendiri GNU Project dan Free Software Foundation.
Jika memutuskan untuk memilih kembali ke IGOS, pemerintah tidak akan terlalu banyak kesulitan. Sudah sangat banyak dukungan dan software yang dibuat sebagai open source baik sistem operasi maupun aplikasi. Yang juga perlu diingat, open source berkembang dengan pesat karena kode sumber dibuka untuk publik sehingga mempercepat pengembangannya.
Kalaupun ada aplikasi yang diperlukan tidak tersedia di open source dan terpaksa membeli, belilah jangan membajak lagi. Karena yakinlah bahwa jumlah lisensi yang harus dibeli pasti sudah akan sangat sedikit sekali dibandingkan tidak merealisasikan IGOS sama sekali.
Sekali lagi: Sekarang sudah ada pilihan yang lebih baik.
0 Komentar:
Post a Comment
<< Home